Minggu, 29 April 2012

KASUS-KASUS PENEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA

Peradilan Sendal Jepit 

Peradilan pidana kita untuk kesekian kalinya mempertontonkan peradilan yang sangat memilukan rasa keadilan. Dimulai dari kasus Mbok minah yang dituduh mencuri kakao, kasus pencurian kapuk dll kasus yang menyayat, kini peradilan dan penegakan hukum yang mengusik rasa keadilan terjadi lagi dalam kasus pencurian sandal jepit oleh terdakwa AAL seorang anak kecil yang terpaksa mengaku karena dipukuli oleh oknum Brimob yang mengaku memilki sandal jepit lagi.
Dalam kehidupan hukum yang terjadi di Indonesia dan dalam konteks normative an sich, peradilan seperti ini bukanlah hal yang luar biasa, karena memang hukum dibuat untuk menjaga ketertiban dan jaminan perlindungan setiap orang terhadap gangguan-gangguan orang lain yang tidak berhak. Hukum bertugas menjaga keseimbangan tersebut, tentu melalui alat perlengkapan Negara yang biasa disebut aparatur penegak hukum. Aparat penegak hukum bertugas menegakan hukum tersebut manakala terjadi pelanggaran hukum.
Problemnya adalah, dalam penegakan hokum pidana yang rata-rata masih menggunakan pasal-pasal peninggalan colonial tentu saja diperlukan aparat penegak hukum yang mengerti, memahami dan menghayati bunyi pasal-pasal tersebut dalam konteks keindonesiaan, sebab kalau tidak, aparat penegak hukum akan terjebak dalam pergulatan masalah keadilan. Keadilan adalah tujuan utama dari penegak an hukum. Aparat penegak hukum dituntut untuk mengerti bahwa pasal-pasal dalam KUHP tersebut dibuat dalam konteks dan spirit penjajahan dan bertujuan menindas rakyat jajahan. Jadi polisi, jaksa dan hakim harus benar-benar menjalankan norma hukum peninggalan kolonial dalam konteks masa Indonesia merdeka.
Kasus AAL atau kasus sandal jepit ini, apabila dilihat dari optic hukum pidana materil yang sempit (KUHP), tentu saja paling tidak memenuhi unsur pasal 362 KUHP tentang pencurian dan tidak ada yang salah dalam proses penyidikannya. Instrument system peradilan pidana tentu saja sudah boleh memulai prosesnya. Tanpa harus  berfikir apakah kasus AAL ini apabila diproses akan memenuhi rasa keadilan atau tidak, polisi sebagai ujung tombak dari peradilan pidana semestinya harus sudah berfikir, apakah penerapan pasal 362 KUHP dalam kasus AAL ini akan mempunyai arti atau tidak? Kita bisa merujuknya kepada pasal V Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946.
Pasal V UU NO 1 Thaun 1946 ini memberi batasan tentang penerapan pasal-pasal hukum pidana baik yang ada dalam KUHP maupun di luar KUIHP. Apakah mengajukan perkara pencurian sandal jepit ini akan membawa maslahat bagi tersangka, Negara dan masyarakat? Dari sudut tersangka tentu saja peradilan anak selalu membawa dampak yang negative sesederhana apapun bentuk peradilan itu dilakukan. Dari aspek Negara, peradilan s andal jepit ini akan membebani administrasi peradilan pidana, antara proses dan tujuan yang hendak dicapai tidak seimbang dengan biaya yang harus dikeluarkan. Jadi cost and benefitnya sama sekali tidak diperhitungkan oleh aparat penegak hokum.
Dari sudut pandang optic masyarakat, peradilan terhadap AAL ini dirasakan sebagai sebuah bentuk penindasan Negara terhadap rakyat, karena rakyat masih melihat kasus-kasus besar tidak pernah tersentuh oleh hokum, sementara kasus kecil seperti sandal jepit ini Negara dengan serta merta merespon nya dengan cara mengajukan ke peradilan pidana. Rakyat akan memandang bahwa hukum hanya tajam kepada rakyat kecil tetapi hokum akan tumpul manakala bersentuhan dengan rakyat yang mempunyai staus social, politik dan ekonomi yang tinggi. Summum ius summa iniuria. Keadilan tertinggi adalah ketidakadilan tertinggi.
Jargon viat justitia roeat coelum, tegakan hukum walau langit akan runtuh, rupanya diadopsi secara verbal oleh aparat penegak hukum. Padahal dalam konteks penegakan hukum jargon ini harus dimaknai bahwa disana ada asas praduga tak bersalah, asas persamaan di depan hukum, asas kemanfaatan dan asas keadilan. Ada selective law enforcement dalam penegakan hukum tetapi tidak boleh terjadi discriminative law enforcement. Jargon ini dapat dipakai oleh aparat penegak hokum dalam menjalankan dan menegakan hokum.
Walaupun akhir dari peradilan sandal jepit dengan terdakwa AAL ini sudah ada vonis yaitu menyatakan bahwa AAL bersalah dan dihukum dikembalikan kepada orang tua untuk dibina, tetap saja peradilan sandal jepit ini menyisakan persoalan yuridis dan psikologis. Persoalan yuridisnya adalah kenapa vonis hakim menyatakan AAL bersalah mencuri sandal jepit milik seorang oknum brimob, padahal di pengadilan pencurian terhadap sandal jepit milik oknum brimob tersebut tidak terbukti, yang terbukti adalah bahwa sandal jepit yang diambil AAL adalah milik orang lain. Vonis tersebut terkesan karena ada pengaruh opini dari masyarakat dan hakim berusaha menjaga rasa malu penyidik, sebuah peradilan yang tidak dikenal dalam system hukum kita dan masyarakat akan menganggap bahwa peradilan ini adalah peradilan bisik-bisik.
Peradilan terhadap anak seyogyanya dipakai model restorative justice. Walaupun secara formal peradilan anak kita belum memiliki model restorative justice, hakim harus dapat memberi warna tersendiri dan berinisiatif memakai model tersebut, para hakim tidak perlu takut bahwa model yang dipakai tidak sesuai dengan hukum acara atau model peradilan kita yang baku, sebagai seorang profesi yang mempunyai judicial discretion. Para hakim bisa dengan leluasa mengembangkan model ini sebab tujuan utama peradilan kita adalah menghasilkan vonis yang final dan definitive serta membawa keadilan bagi masyarakat.
Bagi atasan para hakim , seyogyanya dikembangkan sifat tut wuri handayani dan menjaga independensi para hakim, jangan sampai hakim yang berfikiran progessif dipanggil karena putusannya tidak lajim padahal hakim tersebut berusaha menyelami rasa keadilan masyarakat. Budaya pemeriksaan oleh Mahkamah Agung atau Komisi yudisial terhadap hakim-hakim yang berani berfikri diluar kebiasaan normative jangan lagi dilakukan, biarkan hakim menggali, mencari dan menemukan rasa keadilan itu dalam masyarakat.
Ada yang kurang memang dalam system peradilan kita ini. Tidak ada pedoman atau peraturan yang bisa membatasi perkara macam apa yang boleh tidak dilanjutkan ke pengadilan (kecuali delik aduan). Jadi kalau terjadi lagi kasus seeperti pencurian sandal jepit ini, tentu saja polisi tidak boleh meng SP 3 kasusnya karena secara formal barangkali sudah memenuhi persyaratan. Akan tetapi bukankah mengajukan perkara seperti ini di samping akan membebani administrasi peradilan pidana juga akan melukai rasa keadilan masyarakat. Kita tidak boleh berfikir egois bahwa perkara senacam itu tidak layak diajukan ke pengadilan tanpa memberi ruang kepada polisi untuk menghentikan atau paling tidak membuat win-win solution yang semuanya tidak ada yang dirugikan.
Secara normative peradilan kita sudah diatur dalam suatu mekanisme system peradilan pidana, akan tetapi kadang-kadang system itu membelenggu kita manakala terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Dan disini biasanya terjadi kegamangan dikalangan penegak hukum, sementara masyarakat tidak mau atau belum mau berfikir tentang kesulitan penegak hukum dalam menegakan hukum. Oleh karena itu memang doktrin hukum pidana modern mutlak harus dikuasasi oleh aparat penegak hukum sehingga protes atau ketidak puasan masyarakat terhadap jalannya proses peradialn pidana akan semakin menurun. Peradilan pidana harus dijalankan dengan penuh wibawa.

 

Jumat, 27 April 2012

MANUSIA DAN PENDERITAAN

A. PENGERTIAN PENDERITAAN

       Penderitaan berasal dari kata derita. kata derita berasal dari bahasa sansekerta dhra artinya menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangka. Penderitaan itu dapat lahir atau batin, atau lahir dan batin.
       Penderitaan termasuk realitas dunia dan manusia. Intensitas penderitaan bertingkat-tingkat, ada yang berat ada juga yang ringan. Namun peranan individu juga menentukan berat-tidaknya intensitas penderitaan. Suatu peristiwa yang dianggap penderitaan oleh seseorang belum tentu merupakan sebuah penderitaan bagi orang lain. Dapat pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.
 

B. SIKSAAN

       Siksaan dapat diartikan sebagai siksaan badan atau jasmani, dan dapat juga berupa siksaan jiwa atau rohani. Akibat siksaan yang dialami seseorang, timbullah penderitaan.
Siksaan yang sifatnya psikis :
Kebimbangan dialami oleh seseorang bila ia pada suatu saat tidak dapat menentukan pilihan mana    yang akan diambil.
Kesepian dialami oleh seseorang merupakan rasa sepi dalam dirinya sendiri atau jiwanya walaupun ia dalam lingkungan orang ramai. Kesepian ini tidak boleh dicampur aduk kan dengan keadaan sepi seperti yang dialami oleh petapa atau biarawan yang tinggalnya di tempat yang sepi
Ketakutan  merupakan bentuk lain yang dapat menyebabkan seseorang mengalami siksaanbatin. Bila rasa takut itu dibesar-besarkan yang tidak pada tempatnya, maka disebut sebagai phobia. Pada umumnya orang memiliki satu atau lebih phobia ringan seperti takut pada tiku, ular, dan lain sebagainya. Tetapi pada sementara orang ketakutan itu sedemikian hebatnya sehingga sangat mengganggu. Banyak sebab yang menjadikan seseorang merasa ketakutan, antara lain :

  • Claustrophobia dan Agoraphobia Claustrophobia adalah rasa takut terhadap ruangan tertutup. Agoraphobia adalah ketakutan yang disebabkan seseorang berada di tempat terbuka
  • Gamang merupakan ketakutan bila seseorang di tempat tinggi.
  • Kegelapan merupakan suatu ketakutan seseorang bila ia berada di tempat gelap.
  • Kesakitan merupakan ketakutan yang disebabkan oleh rasa sakit yang dialami.
  • Kegagalan merupakan ketakutan dari seseorang disebabkan karena merasa bahwa apa yang akan dijalani mengalami kegagalan.

C. FRUSTASI

       Frustasi adalah sebagai keadaan dimana seseorang sedang kalut, terlalu banyaknya masalah, tekanan ataupun lainnya, sehingga tidak dapat menyelesaikannya, yang hampir sama dengan stress, akan tetapi tidak bisa disamakan oleh pengertian putus asa. Akan tetapi dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan yang dialami seseorang, ketika keinginanya tidak dapat tercapai atau terganjal untuk dapat terealisasikan atau bisa juga cita-cita atau keinginanya terhalang sehingga tidak dapat terwujud. Dalam hal ini halangan tersebut berasal dari berbagai faktor, seperti dari keterbatasan fisik atau psikis.
  1. Gejala-gejala Frustasi
  •  Meremehkan pekerjaan orang lain tanpa bisa membuktikan memang bisa dari pekerjaan yang diremehkan tersebut
  • Meremahkan keahlian orang lain tanpa bisa membuktikan memang benar-benar ahli dari orang yang di remehkan keahliannya.
  • Mengurusi orang lain di luar dari jobdesknya (terlalu sibuk usil sama orang lain) hingga dia terlupa untuk meningkatkan diri yang sesuai dengan jobdesknya.
  • Terlalu mengasihi diri sendiri sehingga tidak pernah ada jalan keluar dari semua masalah yang menimpanya  
    2.  Faktor-faktor Frustasi
  • Frustasi lingkungan
           Frustasi yang disebabkan oleh halangan atau rintangan yang terdapat dalam lingkungan
  • Frustasi Pribadi
          Frutasi yang tumbuh dari ketidakpuasan seseorang dalam mencapai tujuan dengan perkataan lain
          frustasi pribadi ini terjadi karena adanya perbedaan antara tingkatan aspirasi dengan tingkatan
          kemampuannya
  • Frustasi konflik
          Frustasi yang disebabkan oleh konflik dari berbagai motif dalam diri seseorang dengan adanya
          motif saling bertentangan , maka pemuasan dari salah satu motif akan meyebabkan frustasi bagi
          motif yang lain . Diantaranya motif tersebut adalah:
         a) Konflik mendekat-mendekat (memilih satu dari dua pilihan)
         b) konflik mendekat menjauh
         c) Konflik menjauh-jauh

    3.  Menghindarkan Diri dari Frustasi
  • Sikap optimis merupakan pilihan, bukan bawaan dari lahir. Katakan pada diri sendiri bahwa kita mempunyai kebebasan untuk memandang setiap situasi negatif dan mengambil sikap negatif atau positif. Bila kita katakan pada diri sendiri. Jangan Cemas! Maka hati kita akan lebih tenang.
  • Manusia adalah mahluk yang mempunyai akal budi yang berarti kita bisa belajar, dapat menyusun rencana dan menentukan tujuan. Bila tidak seluruh tujuan dapat tercapai, setidaknya sebagian dari tujuan dapat terselesaikan.
  • Bersikap tenang, rileks, sambil berpikir menyusun strategi. Di saat sulit, jangan mengambil tindakan untuk sesuatu yang tidak bisa diubah, keputusan yang diambil terburu-buru dan tindakan cepat tanpa berpikir panjang akan memperburuk masalah.
  • Belajar bereaksi secara positif, karena pemikiran positif menghasilkan sesuatu yang positif pula. Pikiran negatif akan selalu membawa hasil negatif
  • Kita tidak dapat mencegah terjadinya perubahan, jadi bila suatu saat kita kehilangan sesuatu yang kita miliki, kita harus tetap bersyukur dan optimis karena keadaan pada hari esok pasti tidak akan sama dengan hari ini
  • Mulai dengan tindakan kecil tetapi pemikiran besar. Hal-hal kecil yang dikerjakan dengan baik jauh lebih bermanfaat dibanding cita-cita besar yang hanya impian. Jangan mencoba mencapai tujuan besar hanya dalam waktu semalam. Ambil langkah-langkah kecil dan maju sambil terus memperhatikan tujuan akhir yang ingin dicapai agar kita tidak kehilangan arah
  • Percaya bahwa hidup dan dunia ini penuh kemungkinan. Kita dapat memperbaiki masa depan bila kita menentukan tujuan dengan dengan jelas. Manfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan tersebut, dan bekerjalah lebih keras dibanding sebelumnya




Source :MKDU Ilmu Budaya Dasar, source 2, source 3










      

Jumat, 13 April 2012

ALIRAN SENI LUKIS

Seni lukis adalah salah satu cabang dari seni rupa. Dengan dasar pengertian yang sama, seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari menggambar.

          Melukis adalah kegiatan mengolah medium dua dimensi atau permukaan dari objek tiga dimensi untuk mendapat kesan tertentu. Medium lukisan bisa berbentuk apa saja, seperti kanvas, kertas, papan, dan bahkan film di dalam fotografi bisa dianggap sebagai media lukisan. Alat yang digunakan juga bisa bermacam-macam, dengan syarat bisa memberikan imaji tertentu kepada media yang digunakan.

Beberapa Macam Aliran Seni Lukis

Surrealisme
           Surrealisme pada awalnya merupakan gerakan dalam sastra yang diketemukan oleh Apollinaire utuk menyebut dramaya. Pada tahun 1024 dpakai oleh Andre Bizton untuk menyebutkan corak dalam seni lukis. Dalam kreativitasya corak surrealis berusaha membebaskan diri dari control kesadaran, menghendaki kebebasan yang selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada realistis namun masih dalam hubungan-hubungannya yang aneh.
contoh lukisan surealisme


Kubisme

   kubisme adalah sebuah gerakan modern seni rupa pada awal abad ke-20 yang dipelopori oleh Picasso dan Braque. Prinsip-prinsip dasar yang umum pada kubisme yaitu menggambarkan bentuk objek dengan cara memotong, distorsi, overlap, penyederhanaan, transparansi, deformasi, menyusun dan aneka tampak. Gerakan ini dimulai pada media lukisan dan patung melalui pendekatannya masing-masing.

contoh lukisan kubisme


Romantisme
Merupakan aliran tertua di dalam sejarah seni lukis modern Indonesia. Lukisan dengan aliran ini berusaha membangkitkan kenangan romantis dan keindahan di setiap objeknya. Pemandangan alam adalah objek yang sering diambil sebagai latar belakang lukisan.
Romantisme dirintis oleh pelukis-pelukis pada zaman penjajahan Belanda dan ditularkan kepada pelukis pribumi untuk tujuan koleksi dan galeri di zaman kolonial.

contoh lukisan romantisme